Beijing, 4 September 2025 – China kembali menunjukkan kekuatan militernya di panggung internasional melalui parade besar-besaran yang digelar untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II. Dalam acara yang berlangsung megah di Beijing, Presiden Xi Jinping menyampaikan pesan tegas kepada dunia: pilihannya hanya dua — perdamaian atau perang.
Parade Militer Skala Raksasa
Parade tersebut menampilkan ribuan personel militer, kendaraan lapis baja, rudal balistik, hingga teknologi pertahanan terbaru yang dirancang untuk menunjukkan kesiapan China menghadapi setiap potensi ancaman. Kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un semakin menegaskan solidaritas blok non-Barat dalam menghadapi dominasi Amerika Serikat dan sekutunya.
Pesan Diplomasi dan Kekuatan
Dalam pidatonya, Xi menekankan bahwa dunia sedang berada di persimpangan bersejarah. Ia mengajak komunitas internasional untuk memilih jalan damai melalui kerja sama multilateral. Namun, Xi juga memperingatkan bahwa China tidak akan ragu mempertahankan kedaulatannya jika diganggu.
“Kita ingin perdamaian, tapi kita siap untuk berperang bila perlu. Dunia harus memutuskan jalannya sendiri,” ujar Xi dengan nada tegas.
Reaksi Dunia Internasional
Pesan China ini memicu beragam reaksi. Beberapa negara Asia menyambut baik seruan kerja sama damai, sementara negara-negara Barat menilai parade ini sebagai bentuk unjuk kekuatan yang dapat memperbesar ketegangan global. Amerika Serikat sendiri menyatakan akan terus memantau situasi dan menjaga keseimbangan di kawasan Asia-Pasifik.
Dampak pada Geopolitik Global
Pernyataan Xi dipandang sebagai sinyal kuat bahwa China ingin mempercepat pergeseran tatanan dunia dari dominasi unipolar menuju multipolar. Dengan ekonomi yang terus tumbuh dan anggaran pertahanan yang semakin besar, Beijing berupaya memastikan posisinya sebagai kekuatan global yang disegani.
Kesimpulan
Parade di Beijing bukan sekadar perayaan sejarah, melainkan pesan strategis bahwa China ingin dunia memahami: perdamaian bisa dicapai melalui kerja sama, tetapi perang tetap menjadi pilihan terakhir bila kedaulatan mereka ditantang. Dunia kini menunggu bagaimana negara-negara lain merespons ultimatum diplomatis yang disampaikan Beijing dengan begitu terbuka.